Revitalisasi Kilang PT BBWM Telan Rp58 Miliar, Sejumlah Dugaan Ketidakwajaran Terbongkar

oleh -3,882 views
Ilustrasi Sumber Foto : Google

LENSA POTRET : Jaringan Organisasi Keadilan Rakyat (JOKER) tak main-main terhadap PT BBWM yang dinilai perlu disorot demi kebaikan Kabupaten Bekasi beserta masyarakatnya.

Sekretaris Jenderal JOKER Herry ZK, kali ini menyoroti perihal Pengadaan Barang dan Jasa Divisi Kilang periode 2017-2019 yang terlaksana dengan penunjukan langsung (PL) dan dengan nilai yang fantastis, hingga jutaan dolar.

“Dari semua jenis pekerjaan sebagaimana terangkum dalam tabel tersebut, hampir seluruhnya menyisakan pertanyaan, bahkan terindikasi adanya ketidakwajaran dari sisi penyedia maupun nilai pekerjaan,” ucap Herry menunjukkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK NO. 42/LHP/XVIII.BDG/12/2019, kepada wartawan, Selasa, 28 Desember 2021.

“Salah satu Pekerjaan yang akan kita jadikan bahan kajian adalah pekerjaan revitalisasi yang menelan biaya amat sangat fantastis, sebagaimana diuraikan pada LHP BPK menjelaskan bahwa PT BBWM menunjuk langsung PT IKI (Industri Kompresor Indonesia) untuk melaksanakan revitalisasi kurang-lebih 14 bulan,” sambung dia.

Pengerjaan revitalisasi tersebut dimulai pada 23 Januari 2017 dan hasil pekerjaannya diserahkan kepada perusahaan migas pelat merah tersebut pada 28 Februari 2018.

Revitalisasi kilang dilaksanakan oleh PT IKI berdasarkan PKS Nomor 02/PKS/BBWM/I/2017, Tanggal 10 Januari 2017, nilai Pekerjaan USD 3.957.197,04 (termasuk PPN), kemudian diamandemen dengan PKS Nomor 02/PKS/BBWM/I/2017, Tanggal 6 Juni 2017, sehingga terjadi penambahan nilai Pekerjaan menjadi USD 4.136.871,02 (termasuk PPN).

Dari pekerjaan tersebut, jelas Herry, PT BBWM membayar dengan cara diangsur selama 12 bulan dengan perincian nilai pekerjaan USD 3.270.253,76 ; PPN USD 327.025,38 ; Cost Of Money USD 539.591,88 atau setara dengan nilai rupiah yaitu, nilai Pekerjaan Rp46.010.018.275,65 ; PPN Rp4.601.001.827,62 dan Cost Of Money Rp7.591.653.057,69, jadi total biaya yang telah dikeluarkan oleh PT. BBWM secara keseluruhan adalah Rp58.202.673.160,96.

“Pertanyaan besar yang muncul dibenak saya, setelah melihat perincian biaya revitalisasi adalah, wajarkah dengan biaya sebesar Rp46,010,018,275.65 hanya untuk membiayai pekerjaan seperti Modifikasi Jalur Feed Gas, Modifikasi Compressor, Penggantian Gas Engine (Compressor Driver), Perbaikan Mesin-Mesin serta Penambahan Elpiji Gas Chromatography (GC),” kata dia.

Pria yang aktif pada kegiatan sosial ini melanjutkan, “Kenapa pengadaan Gas Engine dan Gas Chromatography (GC) harus melalui Perusahaan yang melaksanakan pekerjaan? “Apakah Perusahaan pelaksana pekerjaan (PT. IKI) juga sebagai Pabrikator atau Sole Agent atau Distributor atau Packager atau hanya sebagai “MAKELAR” atas pengadaan barang dimaksud?”

Ketidakwajaran pun, Herry menduga, terjadi pada pekerjaan Top Overhaul Engine Caterpillar. Dia mempertanyakan dasar PT BBWM menyerahkan pekerjaan tersebut kepada pihak ketiga, yaitu PT Tali Jagat Sejati.

Dia lanjut mengkritisi tentang Job Description bagian Maintenance PT BBWM yang dinilai tak mampu melaksanakan pekerjaan Top Overhaul, sehingga harus diserahkan kepada pihak ketiga.

“Jika tidak mampu melakukan pekerjaan tersebut, kenapa tidak langsung kepada Pihak Caterpillar untuk melakukan pekerjaan Top Overhaul tersebut, benar-benar di luar nalar dan tidak lazim jika sebagai Maintenance tidak mampu malakukan pekerjaan tersebut,” tutur dia.

“Ketidakpahaman dan ketidakmampuan Direksi PT BBWM dalam penempatan karyawan pada suatu bagian tertentu, ataukah ada unsur kesengajaan kalau pekerjaan tersebut harus dilakukan oleh Pihak Ketiga, harus dilakukan penelusuran lebih lanjut,” sambung dia.

Herry lebih lanjut lagi menunjukkan tabel tentang Biaya Revitalisasi PT Industri Kompresor Indonesia (IKI) Tahun 2017.

“Dari kegiatan revitalisasi yang telah dilakukan, salah satunya adalah pekerjaan penggantian Gas Engine (Compressor Driver), dengan mengesampingkan merek, type maupun kapasitas serta country  of origin,” papar Herry.

“Artinya telah dilakukan penggantian unit lama dengan unit baru, sehingga dalam kegiatan “Revitalisasi” tersebut telah terjadi kegiatan pengadaan barang, yaitu transaksi pembelian Gas Engine (Compressor Driver),” sambung dia.

Dengan adanya pembelian tersebut, Herry berpendapat telah terjadi kegiatan impor, karena sampai dengan saat ini belum ada satupun perusahaan dalam negeri yang membuat (memproduksi) barang tersebut.

“Dan jika Gas Engine (Compressor Driver) yang dibeli (diimpor) tersebut kondisinya benar-benar baru, prosesnya tidak sesederhana itu, mengingat sifat barang tersebut adalah job order (pesanan) bukan mass product atau ready stock,” katanya.

“Melihat dari cara Direksi PT BBWM membuat perincian atas biaya revitalisasi sekilas bagi orang awam mungkin dianggap hal yang lumrah, tetapi sebaliknya bagi kami, dari perincian biaya tersebut terjadi kejanggalan dan menimbulkan kecurigaan adanya indikasi terjadinya penyimpangan,” lanjut dia.

Herry menilai seharusya Direksi PT BBWM tahu bahwa dalam revitalisasi ada 2 jenis kegiatan, yaitu pekerjaan dan pengadaan atau pembelian. Kedua jenis kegiatan tersebut memiliki aspek perpajakan yang berbeda.

“Anggaplah bahwa Gas Engine (Compressor Driver) kondisinya benar-benar baru dan semua tahapan proses pengadaan barang tersebut dilakukan dengan benar oleh PT. BBWM, kita kembali pada pembahasan masalah biaya revitalisasi sebesar Rp58.202.673.160,96, yang terdiri dari 3 unsur, yaitu Harga Pekerjaan, PPN dan Cost of Money,” kata Herry.

Cost of Money Jauh di Atas Suku Bunga Normal

Dia menggeleng-gelengkan kepala tentang fenomena yang dia anggap tak lazim bahkan seharusnya tidak terjadi di PT BBWM jika tidak ada unsur kepentingan dengan pekerjaan tersebut.

Suatu kontrak terdapat beban cost of money, apalagi nilainya 16,50 persen atau Rp7.591.653.057,69. Jauh dari suku bunga bank yang berlaku pada saat PKS PT BBWM selaku pemberi kerja dan PT IKI selaku penerima kerja ditandatangani.

“Suatu nilai yang jauh di atas jumlah deviden yang disetorkan kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi, dapat pula dikatakan bahwa PT BBWM telah memberikan dua kali keuntungan kepada PT IKI (Penerima Kerja), yaitu keuntungan dari harga pekerjaan dan keuntungan dari hasil bunga,” ucap dia.

“Untuk memberikan informasi yang lebih pasti bagi masyarakat luas terhadap besarnya suku bunga bank bahwa “cost of money” yang harus ditanggung oleh PT BBWM atas kegiatan “revitalisasi” jauh di atas suku bunga bank. Ini saya sampaikan data SBDK dari 11 Bank Besar di Indonesia yang berlaku pada saat PKS ditanda tangani,” katanya.

Berdasarkan data di atas, JOKER semakin yakin bahwa terjadi keanehan dan ketidakwajaran yang dimulai dari pengadaan atau pembelian gas engine (compressor driver) ditambah beban bunga (cost of money) tanpa memperhitungkan aspek perpajakan secara keseluruhan.

“Atas keanehan dan ketidakwajaran yang dibuat Direksi PT BBWM melalui kebijakannya, Perusahaan setiap bulan selama kurun waktu 12 bulan, dari Tahun 2017 sampai dengan Tahun 2018 harus membayar angsuran kepada PT Industri Kompresor Indonesia (PT IKI) sebesar Rp4,466,805,940.93,” katanya.

“Sedikit lebih tinggi dari deviden Tahun 2017 yang disetorkan kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi senilai Rp2.500.000.000. Nah jadi pada intinya, BBWM ini diciptakan hanya untuk apa ? kalian bisa menilainya lah sendiri.  ” demikian dia. (Red)

Bersambung Jilid Berikutnya…

Komen yang sopan ya..!!!