LENSA POTRET : Orang tua siswa yang menyekolahkan anaknya di sekolah negeri berharap agar ada keringanan biaya akan tetapi orang tua peserta didik baru justru dibebani biaya seragam yang lebih mahal dibandingkan harga pasaran.
Hal ini ditemui oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jaringan Organisasi Keadilan Rakyat (JOKER) di SMP Negeri 1 Babelan Kabupaten Bekasi.
Wali murid kelas 7 di SMPN 1 Babelan dibebani biaya seragam sebesar Rp440.000 dengan rincian Rp160.000 untuk seragam olahraga kemudian Rp140.000 untuk seragam batik dan Rp140.000 untuk seragam muslim.
Tidak hanya itu, mereka juga dibebani biaya atribut sebesar Rp155.000 yang meliputi kerudung, dasi, gesper, topi, badge kelas, badge baju putih dan badge baju pramuka.
“Jadi total yang harus dibayarkan wali murid kelas 7 sebesar 595.000 untuk atribut dan seragam, padahal sudah jelas-jelas menurut Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 pendidik dan tenaga kependidikan dilarang menjual seragam ataupun bahan seragam,” kata Sekjen DPP JOKER Herry ZK lewat keterangan resminya, Selasa, 6 Agustus 2024.
Herry melanjutkan modus yang dilakukan yaitu melibatkan guru kelas, komite sekolah dan juga paguyuban orang tua siswa (POTS).
“Jadi pihak sekolah dan mereka semua itu bersekongkol untuk menentukan jenis, jumlah satuan harga dan sistem model pembayaran. Pihak sekolah dan komite mengarahkan serta menginstruksikan kepada ketua POTS untuk mengkoordinasikan (mengumpulkan uang seragam) kepada para wali murid,” ucap dia.

Titik pengambilan seragam pun, kata dia, di sebuah rumah yang berada di Jalan Margasari Raya Blok A-258 Perumahan Babelan Mas Permai, Kelurahan Kebalen, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi.
“Berdasarkan informasi yang kami dapat rumah itu adalah rumah salah satu guru SMPN 1 Babelan yang merupakan ASN aktif dengan inisial Is,” ucap dia.
“Berdasarkan hasil investigasi kami, untuk konveksi pembuatan atribut lengkap, seragam olahraga, batik dan seragam muslim itu totalnya hanya menghabiskan biaya kurang lebih sebesar Rp280.500,” sambung Herry.
Sementara, jika dikurangi dengan total yang harus dibayarkan setiap wali murid yaitu sebesar Rp595.000 maka ada selisih perkiraan keuntungan sebesar Rp314.500.
“Murid kelas 7 di SMPN 1 Babelan tahun ini mencapai 352 siswa jadi bisa kita perkirakan keuntungan dari transaksi seragam dan atribut ini bisa mencapai Rp110.704.000,” ucap dia.
“Itu merupakan estimasi keuntungan dengan asumsi setiap seragam dan atribut belanja modalnya 280.500. Artinya, jika kurang dari itu maka keuntungan pihak sekolah bersama komite bisa lebih besar lagi,” sambung.
Heri menegaskan pihaknya sudah melaporkan hal tersebut kepada Inspektorat Kabupaten Bekasi dengan nomor aduan 065.dpp/joker/x/2024.
“Tentunya patut dicurigai jika paguyuban orang tua siswa yang masih baru ini bisa merancang program yang sedemikian detail seperti ini. Tentunya ini tidak akan mungkin terjadi jika tidak ada campur tangan dari pihak sekolah dan komite,” kata dia.
“Kami juga menyoroti ada anggota komite sekolah berinisial N yang masih aktif sebagai di Korwil Dinas Pendidikan Kecamatan Babelan dan juga ada Ketua Komite SMPN 1 Babelan dengan inisial AR. Saya tegaskan kedua orang itu tidak memiliki anak yang bersekolah di SMPN 1 Babelan,” kata dia.
Menurut investigasi JOKER, baik N ataupun AR dari tahun ke tahun mereka berdua selalu bergantian menduduki jabatan sebagai Ketua Komite SMPN 1 Babelan.
“Hal itu bisa terjadi karena hasil penunjukkan langsung yang diciptakan oleh kelompok oknum-oknum yang sering melakukan pungli di SMPN 1 Babelan dan bukan murni dari hasil pemilihan para orang tua murid,” kata dia.
“AR pun bukan warga Babelan tetapi warga Kecamatan Sukawangi dan dia juga merupakan aparatur desa di wilayah Desa Sukamekar denga jabatan Kepala Urusan Pemerintahan,” sambung Herry.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah sudah jelas disebutkan bahwa pada pasal 4 ayat 3 komite sekolah tidak boleh berasal dari unsur pemerintah desa, pendidik dan tenaga kependidikan dari sekolah yang bersangkutan dan lainnya.
Peraturan yang sama juga mengatur mengenai pemilihan komite sekolah yaitu berjalan secara akuntabel dan demokratis melalui rapat wali murid.
Dia berharap Inspektorat Kabupaten Bekasi kemudian juga Indonesian Corruption Watch lalu Kejaksaan Negeri Cikarang dan juga Mendikbud serta Ombudsman agar segera mengusut tuntas kasus yang terjadi di SMPN 1 Babelan.
“Jangan sampai pendidikan kita dirusak oleh oknum-oknum seperti yang ada di SMPN 1 Babelan dan kami harap audit investigasi harus dilakukan di sekolah tersebut,” demikian kata dia. (Red)
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.