Pendidikan untuk Masyarakat Ditengah Wabah COVID-19. Pemerintah Jangan Bungkam!!!

oleh -1,066 views
Ilham Ahmad Syathiri ( Menteri Koordinator Dalam Negeri Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Mitra Karya Kota Bekasi) saat berorasi didepan Kejaksaan Negeri Kota Bekasi

Pendidikan sangat lah penting bahkan menjadi salah satu hak wajib yang harus didapatkan oleh Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan seakan saat ini lepas tangan dari kewajibannya, dengan sengaja meliburkan para Siswa  hanya karena virus pandemik yang menyebar luas ke penjuru daerah.

Memang sangat sukar menghidari masalah ini dengan mengakomodir jutaan orang dengan pandangan berbeda adalah sebuah resiko yang harus ditanggung bangsa besar seperti ini. namun kita yakin seharusnya Pemerintah bisa bersikap bijak, mengingat Pendidikan sangatlah penting dan menjadi kebutuhan Masyarakat.

Bahkan Indonesia sendiri termasuk salah satu dari 10 negara dengan performa pendidikan terburuk menurut laporan PISA, sebuah penilaian global yang melibatkan 72 negara. Nilai yang diberikan kepada Indonesia masih lebih buruk dibandingkan Meksiko, Kolumbia, dan Thailand dalam semua kategori (membaca, sains, dan matematika).

Dengan menggunakan sistem daring, Pemerintah berharap semua Siswa ini tetap mendapatkan Pendidikannya, namun kita seharusnya sadar betul tidak semua Wali Murid memiliki tingkat finansial yang berlebih untuk membeli peralatan elektronik yang memang terbilang mahal.

Dari 250 juta orang yang bertempat tinggal di negara berkembang ini bukan hanya milik Siswa yang serba berkecukupan, melainkan meraka para Siswa yang memiliki kekurangan finansial dan Orang Tua mereka harus tetap bekerja untuk menutupi kebutuhan fisiologinya dan ditambah pula imbas krisis ekonomi akibat serangan Covid-19.

Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR RI  Abdul Fiqri Faqih dari 514 Kota/kabupaten di Indonesia, berdasar data yang diperoleh dari penyedia penyedia edukasi berbasis online pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi X  , terdapat 176 kota/kabupaten yang sudah terakses layanan edutech ini.

Menurut dia hanya 34,5% yang terakses, dengan persentase tersebut, dari 43,5 juta pelajar se-Indonesia, hanya sekitar 10 juta siswa yang mengakses materi pembelajaran dari platform online. Sementara, lanjutnya, ada 33,5 juta siswa yang tidak mendapatkan materi pembelajaran.

Namun nampaknya isu corona juga menjadi alasan kebijakan penghapusan UN tidak dipersoalkan oleh  masyarakat. Sebelumnya perdebatan tentang keberadaan ujian nasional (UN) maupun ujian sekolah selalu menjadi isu yang menarik dan memang sedari dulu ujian penentu kelulusan siswa ini selalu berubah-ubah nama dan ketentuannya.

Belum lagi tentang ketentuan penerimaan peserta didik baru yang tidak lagi disandarkan pada hasil ujian. Pemerintah menetapkan lima semester terakhir nilai raport siswa sebagai acuan standarisasi untuk menentukan kelulusan siswa itu sendiri.

Jutaan siswa yang masih menduduki sekolah dasar (SD), menengah pertama (SMP) dan menengah atas (SMA) di 4 provinsi zona merah, yaitu Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka para siswa ini masih sangat membutuhkan sebuah pendidikan, pengawasan dan  tidak melepas peran Guru dengan tut wuri handayani yang dimilikinya  maka seharusnya pemerintah melihat kenyataan ini.

Misalnya, Menurut para ahli humanistik, menamakan jenis whole – person learning belajar dengan seluruh pribadi, belajar dengan pribadi yang utuh. Para ahli humanistik percaya, bahwa belajar dengan tipe ini akan menghasilkan perasaan memiliki (feeling of belonging) pada diri murid.
Dengan demikian, murid akan merasa terlibat dalam belajar mengajar murid dan guru, agar lebih bersemangat menangani tugas-tugas dan yang terpenting adalah senantiasa bergairah untuk terus belajar. Maka seharusnya kita sadar bahwa keterlibatkan antara guru dan murid sangatlah penting.

Atau bisa jadi cepat atau lambat pemerintah terindikasi dengan sengaja membiarkan kebodohan terus menyebar luas dan saling perkompetisi dengan Covid-19. Apalagi terhadap siswa yang miliki keterbatasan finansial. maka sekali lagi tidak seluruh warga negara akan mendapatkan hak nya itu mengingat kata Wakil ketua Komisi X DPR RI tadi bahwa hanya 10 juta siswa saja yang dapat mengakses sedangkan yang 33,5 juta siswa tidak dapat mengakses materi-materi tersebut.

Memang benar bahwa mengukur kompetensi adalah sesuatu yang dibutuhkan. Tapi dalam dunia pendidikan, pengukuran dilakukan untuk menentukan perlakuan ajaran, bukan sebatas klasifikasi intelektual. Kerena manusia punya masa perkembangan yang berbeda antara satu dan yang lainnya. Tapi tidak berarti juga setiap siswa memiliki satu guru pada masing masing mereka.

Lagi pula kerjasama antara Pemerintah, Guru dan Wali Murid yang menjadi tolak ukur atas keberhasilan sistem daring ini dalam kegiatan belajar mengajar  hanya bisa kita anggap sebuah utopia. Kerena materi pembelajaran mengalami penentuan skala prioritas.

Ini bukanlah hal yang bersifat konservatif melainkan internalisasi pasal  31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Tidak membedakan siapapun dan patut disadari pula tidak semua tatanan masyarakat memiliki fasilitas yang memadai.

Maka pemerintah seharunya melihat dan sigap dalam memenuhi kebutuhan sistem daring ini dengan berpatuk pada UU NO. 20 Tahun 2003 Tentang Sitem pendidikan nasional Bab XII Sarana dan Prasarana Pendidikan  Pasal 45 ayat 1 yaitu “Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik”.

Mungkin ada beberapa aplikasi yang memungkinkan agar sistem daring ini berjalan dan membantu antara Guru dan Murid. Beberapa juga hanya sebatas Focus Group Discussion.  Namun Perangkat yang secara resmi diturunkan dari pemerintah juga belum dirilis sampai saat ini, dan menjadi kekhawatiran di banyak kalangan Pelajar dan Pengajar.

Dan Sejauh ini yang menjadi permasalahan adalah efektifitas belajar. Tidak bisa disamakan antara kegiatan belajar mengajar eksklusif  seperti Artificial Intelligence (AI)  yang mampu merevolusi pengalaman siswa dan menggunakan big data dengan perantara jejaring sosial pada umum nya.

Misalnya, Carnegie Learning, sebuah perusahaan AI yang menyediakan perangkat lunak pembelajaran contohnya, telah merancang kurikulum matematika yang personal untuk beberapa sekolah menengah di Wichita, Kansas, Amerika Serikat.

Sementara itu Brightspace, sebuah layanan digital dari perusahaan software D2L, dapat menganalisa pola belajar untuk membantu guru dan dosen dalam memenuhi kebutuhan dan kekurangan siswa di Singapore Management University, Singapura dan Deakin University, Australia. Dan masih banyak lagi negara-negara yang sudah mengembangkan AI. Namun karena teknologi tidak memiliki identitas kenegaraan, jadi lebih baik misalnya di adaptasi dengan kontek keIndonesian.

Kami berharap pemerintah sadar dan segera membuat kebijakan yang tidak merugikan siapapun, terlepas dari virus covid-19 ini dan demi mewujudkan tatanan masyarakat yang cerdas dan mampu bersaing di segala bidang dengan tidak mengesampingkan hak pendidikan dan kesehatan mereka.

Penulis : Ahmad Ilham Syathiri

Editor : Rafli Widhiantara

Komen yang sopan ya..!!!

Tentang Penulis: Rafli